Komidi Putar : Festival Literasi Anak dan Keluarga

Rindu bermain komidi putar? Yuk, bernostalgia bersama festival Komidi Putar! Komidi Putar adalah festival literasi anak dan keluarga. Festival ini diadakan secara daring yang memadukan berbagai acara: conference, diskusi, workshop dan bazar berbagai produk serta layanan yang bertemakan (literasi) anak dan keluarga dengan topik yang berbeda.

Festival Komidi Putar berlangsung dari tanggal 23 Juni 2020 hingga 23 Juli 2020, bertepatan dengan Hari Anak Nasional. Acaranya dapat diikuti secara gratis maupun berbayar, melalui platform daring seperti Instagram, Zoom, dan YouTube.

Komidi Putar menghadirkan banyak narasumber inspiratif dengan berbagai latar belakang dan beragam profesi; baik yang profesional di bidangnya, pejabat pemerintahan, penulis, tokoh publik, penulis buku, dan editor buku, seperti Haidar Bagir, Ivan Lanin, Mona Ratuliu, Wahyu Aditya, dan masih banyak lagi.

Ada empat acara yang diselenggarakan oleh Komidi Putar, antara lain:

1. Komidi Kelas

Beragam tema parenting yang menarik, dengan pemateri yang profesional di bidangnya. Kelas dikemas dalam bentuk seminar, diskusi, dan workshop, yang dihadirkan secara daring.

2. Komidi Anak

Acara seru untuk anak-anak. Bersama kakak-kakak pemateri, anak-anak akan belajar dan mengasah kemampuannya sesuai tema yang beragam. Kelas dihadirkan secara daring.

3. Komidi Memori

Mari bernostalgia bersama kenangan masa kecil yang indah dan tidak terlupakan. Ajak anak-anak untuk merasakan kegembiraan seperti yang pernah dirasakan para orang tuanya dulu.

4. Komidi Bazar

Beragam buku anak ,parenting dan mainan edukasi yang menarik ditawarkan untuk menambah kehangatan keluarga.

"Komidi Putar ini acara perdana kami yang membawa tema tentang anak dan keluarga. Acara ini juga sengaja kami buat dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli nanti. Dengan kondisi new normal ini, kami berusaha untuk menghadirkan suasana acara yang menghibur, menyenangkan, dan juga penuh manfaat namun dilakukan secara online. Secara filosofis, komidi putar mengingatkan nostalgia kita pada sebuah permainan yang kita dan juga anak kita pernah rasakan. Dan pastinya bentuk permainan komidi yang terus berputar juga merupakan gambaran tentang hidup kita yang terus berputar. Harapannya komidi putar bisa menjadi acara yang membekali keceriaan yang terus berputar dari kita hingga ke anak kita." Ujar Ditta Sekar Campaka, Ketua Pelaksana Acara Komidi Putar.

Info seputar jadwal acara, lineup narasumber, dan pemesanan tiket dapat diakses melalui website www.komidiputar.com.

5 Kunci Keberhasilan Mendampingi Anak Belajar di Rumah Selama Orangtua WFH, Tips No 4 Wajib Kamu Coba!


Pada masa pandemi Virus Corona atau Covid 19, banyak orangtua yang harus melakukan WFH atau bekerja dari rumah termasuk anak yang sebelumnya bersekolah juga harus melakukan kegiatan belajar di rumah. Namun aktivitas WFH dan belajar dari rumah belum tentu mudah dilakukan, penuh tantangan dan godaan, godaan untuk rebahan, godaan untuk nonton TV, rengekan anak mengajak bermain saat orangtua sedang meeting online, dan lainnya.

Berikut adalah 5 tips kunci keberhasilan mendampingi anak belajar di rumah selama WFH: 

1. Ajak Anak Diskusi.

Sebelum memulai aktifitas WFH dan belajar di rumah, ajak anak diskusi, berikan penjelasan tentang keadaan saat ini. Ajak anak untuk membuat aturan main selama WFH dan Belajar di rumah. Dengan melibatkan anak untuk berdiskusi maka kita memberi kepercayaan, dan memupuk sikap tanggung jawab anak.

2. Sediakan tempat yang nyaman untuk belajar.

Ciptakan suasana rumah yang aman dan nyaman, untuk anak dan orang tua. misalnya tidak ada suara televisi, musik keras atau percakapan yang lantang saat anak sedang bersiap untuk belajar atau sedang belajar, selain itu gunakan ruang terpisah untuk anak belajar dan orangtua untuk WFH.

3. Libatkan anak dengan berbagai aktivitas di rumah.

Libatkan anak dengan berbagai aktivitas di rumah, misalnya membuat kue, memasak, membersihkan rumah, berkebun, bereksperimen dan kegiatan kreatif lainnya. Kegiatan bersama orang tua dan anak akan meningkatkan kedekatan emosional yang intens, yang belum tentu bisa di dapat saat orangtua bekerja di kantor.

4. Sediakan Permainan Penunjang Yang Cukup.

Durasi waktu anak belajar di rumah tentu tidak sepanjang orangtua WFH, jadi penting bagi orangtua untuk menyediakan aneka permainan edukatif yang mampu membuat anak tetap tenang sambil bermain dan belajar. Ada berbagai macam permainan edukatif yang bisa jadi pilihan, disesuaikan dengan usia dan tema permainannya.

Untuk anak usia 0-5 tahun, orangtua bisa menyiapkan mainan edukatif flashcard untuk mengenalkan 
hurufanggota tubuh, dan angka. Anak usia 6-10 tahun membutuhkan permainan yanng lebih menantang yang mampu mengasah kecerdasannya, ayah dan bunda bisa menyediakan permainan seperti cardgame, boardgame , dan  puzzle.

5. Jaga kesehatan dengan asupan nutrisi yang cukup.

Bekerja WFH seringkali lebih melelahkan bagi orangtua dibandingkan dengan saat bekerja di kantor. Selain harus menyelesaikan tugas-tugas kantor orangtua juga disibukkan dengan mendampingi anak yang harus belajar di rumah. Dalam kondisi seperti itu kesehatan tetap harus diperhatikan, dengan cara menyediakan waktu istirahat yang cukup dan asupan makanan dengan nutrisi yang seimbang.

yuk, kunjungi website kita di maenmain!

Penulis : Bhirawa

Sumber bacaan :

https://www.pikiran-rakyat.com/belia/pr-01370026/wfh-buatmu-merasa-bekerja-24-jam-simak-tips-agar-tidak-stres-selama-kerja-dari-rumah
https://www.duniabelajaranak.id/tips-bekerja-produktif-di-rumah-saat-wfh/

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/03/27/081500820/4-tips-sukses-work-from-home-sambil-mengurus-anak-di-rumah?page=all

Perbedaan Augmented Reality Marker Based Tracking, Markerless Based Tracking dan GPS Based Tracking?

Sesuai janji saya di artikel sebelumnya Apa sih Augmented Reality, Virtual reality dan Mixed Reality itu?. Sekarang saya akan menjelaskan lebih dalam, lebih dalam, lebih dalam dan anda akan teridur, ehh, jadi hipnotis. Balik lagi, sekarang kita akan dikenalkan dengan 3 jenis Augmented Reality. Bagi yang belum tau apa itu Augmented Reality (AR) cuss cek dulu artikel sebelumnya ya. Skuuy, Tanpa basa basi kita bahas satu per satu.

Marker Based Tracking, dari cara kerjanya jenis AR ini merupakan yang paling sederhana. Metode ini paling sering digunakan oleh developer aplikasi AR. Cara kerja Marker Based Tracking yaitu kamera yang telah dikalibrasi akan mendeteksi marker, lalu kamera akan melakukan perhitungan, apakah marker sesuai dengan database yang dimiliki.  Jika pola markernya sesuai dengan yang ada di database maka system akan me-render dan menampilkan objek. Sebaliknya jika marker tidak sesuai dengan database maka system tidak akan melakukan apa-apa.

Markerless Based Tracking, AR jenis ini lebih sulit untuk diimplementasikan karena tidak seperti Marker Based Tracking, pada jenis ini marker tidak disiapkan sebelumnya. Pada Markerless Based Tracking pengguna bisa menempatkan objek tidak sebatas diatas marker, pengguna bisa menyimpan objek diatas lantai, diatas meja, dan dimana saja, tergantung algoritma yang dimasukan ke sistem.

GPS Based Tracking, bekerja memanfaatkan fitur sensor GPS dan kompas pada smartphone. Cara kerja GPS Based Tracking yaitu aplikasi AR akan mengambil data dari sensor GPS dan kompas kemudian menampilkan objek secara realtime pada posisi yang sudah ditentukan disistem. Contoh aplikasi AR yang menerapkan GPS Based Tracking seperti game Pokemon Go.

Cukup sekian pembahasan perbedaan ke-3 jenis Augmented Reality (AR) dari mimin yang baik hati ini, semoga bermanfaat. Jika ada yang ingin ditanyakan atau disampaikan monggo isi kolom komentar dibawah. Sampai jumpa di artikel berikutnya.

Salam techno :D

DIGITAL PARENTING: Menjadi Orang Tua Sukses di Masa Rebahan


Istilah Digital Parenting sebenarnya telah bergaung sejak bertahun-tahun silam. Namun, digital parenting mendapatkan momentumnya kembali saat kita semua berada dalam situasi pandemik yang mengharuskan kita menerapkan physical distancing. Buat para pemula yang belum berpengalaman menerapkan digital parenting, tips-tips apa saja sih yang harus kita ketahui?

Sebelum memulai pembahasan ini, yuk kita pahami terlebih dahulu apa makna sesungguhnya dari digital parenting. Digital parenting muncul sebagai sebuah fenomena ketika dunia menjadi semakin terdigitalisasi. Hal ini ditandai dengan penggunaan media digital di mana-mana: untuk berbelanja, untuk bekerja, untuk berkomunikasi, untuk pendidikan, termasuk untuk mengasuh anak.

Nah, salah kaprah sering muncul ketika orangtua mengartikan digital parenting sebagai ‘mengasuh anak menggunakan media digital.’ Betul, digital parenting dalam praktiknya akan banyak menggunakan media digital, sehingga pola interaksinya akan sedikit berbeda. Namun, prinsip-prinsip pengasuhannya tetap sama saja dengan parenting pada umumnya.

Nah, seperti apa itu?

Pertama, fungsi orangtua adalah pengasuh, guru, sekaligus juga pengawas. Hal ini tidak boleh digantikan oleh aplikasi atau program secanggih apapun. Kedua, fungsi pengasuhan adalah memberi ruang tumbuh kembang pada anak, sekaligus melindungi mereka dari pengaruh yang tidak baik. Ketiga, gaya pengasuhan anak bisa berbeda-beda di setiap keluarga. Biarin, itu malah asyik. Tetapi, apapun gaya pengasuhan yang dipilih, tetap harus dilandaskan pada nilai-nilai yang diyakini keluarga. Karena, fungsi pengasuhan pada dasarnya adalah fungsi pendidikan, yaitu mewariskan nilai-nilai yang kelak akan membantu anak mengembangkan karakter dan kepribadiannya.

Oke, paham ya. Itulah aspek parenting atau keayahbundaan secara umum. Bagaimana dengan digital parenting? Fungsi orangtua dalam digital parenting adalah mendampingi anak menggunakan media digital sebaik-baiknya, sehingga terhindar dari dampak negatifnya, dan mendapatkan manfaat maksimal.  Berurusan dengan media digital, atau berada dalam lansekap dunia digital, membuat digital parenting memiliki kekhasan tersendiri. Nah, saat melakukan fungsi tersebut, orangtua harus mengingat lima perkara berikut ini.

1). Akses.

Ada dua hal yang perlu diketahui terkait dengan akses. Yaitu, akses terhadap media dan kedua, akses terhadap situs atau sumber informasi. Kita bahas yang pertama dulu. Bicara soal kepemilikan, ada anak-anak yang memiliki gadget pribadi. Ada pula yang meminjam gadget orangtuanya atau orang dewasa di sekitarnya. Nah, terkait penggunaan gadget atau media digital, baik milik sendiri atau meminjam kepunyaan orangtua, apakah mereka bebas meminjam atau menggunakan kapan saja? Apakah mereka bebas menggunakannya untuk keperluan apa saja? Apakah mereka membutuhkan ijin dari orangtua agar bisa menggunakan media digitalnya? Anak-anak yang masih kecil jelas membutuhkan pendampingan dalam bentuk edukasi dan pengawasan. Tetapi, anak-anak yang lebih dewasa, tentu tidak bisa disamakan perlakuannya. Mereka harus mulai diberi kepercayaan, walaupun tidak dilepas 100 persen.

Kedua, akses terhadap sumber informasi maupun sumber hiburan yang digunakan, juga terhadap media sosial. Situs web apa yang diakses atau dikunjungi oleh anak-anak? Media sosial apa yang dipakai oleh anak? Apakah sesuai dengan batasan usia? Saat anak menggunakan aplikasi chat, dengan siapa saja mereka berhubungan? Grup aplikasi chat apa saja yang diikuti oleh anak-anak, tempat mereka menjadi anggota atau member-nya? Manajemen akses adalah inti dari aspek ini.

2). Durasi atau lamanya penggunaan media.

Berapa lama media digital digunakan? Kapan waktu penggunaannya? Pada masa-masa WFH (work from home) atau SFH (school from home) sekarang ini, penggunaan media digital memang menjadi lebih lama dibanding biasanya. Namun, tetap harus ada batasan durasi penggunaannya, karena terkait dengan masalah kesehatan dan psikologis. Plus, anak (dan orangtua) juga perlu istirahat, kan? Manajemen waktu menjadi hal yang sangat penting dalam digital parenting untuk mencegah kasus-kasus over dosis dalam menggunakan media digital.

3). Keamanan.

Masuk ke ruang digital, sesungguhnya bagaikan memasuki alam rimba di mana kita bertemu dan berinteraksi dengan pihak-pihak yang belum tentu dikenal secara fisik. Terlebih masuk ke media sosial. Jika dalam kehidupan sehari-hari orangtua biasa memberikan peringatan kepada anak agar tidak sembarangan berbicara pada orang asing, atau menuruti ajakan orang yang tidak dikenal, bukankah pada dasarnya hal yang sama juga berlaku di ruang digital? Media digital dapat menjadi perantaraan yang membawa orang-orang asing masuk ke dalam ‘rumah’ dan ‘ruang pribadi’ kita. Ini sama saja dengan membuka ruang privat lebar-lebar kepada publik di luar sana.

Keamanan juga berkaitan dengan pencurian data, di mana data-data pribadi keluarga dimiliki oleh pihak lain tanpa ijin, sehingga rentan dimanipulasi dan diperjualbelikan untuk berbagai tujuan. Sudah banyak contoh yang memperlihatkan resiko saat faktor keamanan diabaikan. Mulai dari penipuan keuangan (seperti memberikan PIN atau kode OTP yang menyebabkan pembobolan rekening), penculikan, hingga cyberbullying dan cyberpornografi. Kita tentu tidak ingin mengorbankan masa depan anak-anak dan menjadikan mereka sebagai korban kejahatan.

Data pribadi adalah privasi yang harus dilindungi. Di sini, isunya adalah manajemen privasi keluarga. Digital parenting berarti mengetahui resiko keamanan dan menjauhkan atau melindungi anak dari berbagai kemungkinan kejahatan digital. Digital parenting, dengan demikian, juga berkenaan dengan manajemen privasi dan sekuriti/keamanan.

4). Aturan dan Kesepakatan

Betapapun bebasnya atau betapapun demokratisnya sebuah keluarga, digital parenting tetap mengharuskan adanya aturan tertentu dalam penggunaan media digital. Aturan tersebut dapat mencakup kapan saja dan berapa lama media digital digunakan, apa saja yang boleh dilakukan dengan media digital, sumber informasi atau konten media digital apa saja yang boleh diakses, dan sebagainya. Intinya: manajemen akses, manajemen waktu, dan manajemen privasi/keamanan.

Tentu saja, dalam pembatasan aturan, diperlukan kebijaksanaan tersendiri. Aturan bagaimanapun harus disesuaikan dengan usia anak dan tujuan dari pengaturan itu sendiri. Aturan bagi anak-anak kecil diarahkan pada edukasi dan pendisiplinan. Sedangkan aturan bagi anak-anak yang lebih dewasa adalah pada kedisiplinan dan pemenuhan tanggungjawab sebagai ganti kebebasan yang diperoleh.

5). Balance atau keseimbangan.

Dalam satu hari, ada berapa layar monitor yang kita hadapi? Jawabannya, banyak. Tak terhitung. Ada monitor laptop, layar televisi, layar bioskop, sampai reklame luar ruang berupa megatron berkelap-kelip. Itu layar monitor loh. Tentu saja, yang paling menyedot perhatian kita setiap saat adalah screen handphone. Kita tak sadar bahwa berhadapan terus dengan layar monitor telah menyedot energi kita. HIdup jadi tak seimbang. Pada taraf tertentu, kesehatan fisik mental pun jadi terganggu.

Tugas digital parenting di sini adalah mengelola balance atau keseimbangan. Hidup itu bukan hanya dihabiskan di depan layar monitor thok. Agar seimbang, hidup juga perlu diisi dengan hal-hal lainnya, seperti berkebun, memasak, bermain, berlari, petak umpet, apa sajalah yang penting happy, fun, dan tidak merusak. Dalam upaya mencapai keseimbangan, kerapkali digital parenting berarti melakukan hal-hal yang tidak digital sama sekali. 

So,

Manajemen akses, manajemen waktu, manajemen privasi, manajemen aturan, hingga manajemen keseimbangan adalah prinsip inti digital parenting. Apa tujuan dari semua ini? Jawabannya adalah menyiapkan anak menjadi generasi digital yang tangguh. Artinya, memiliki digital resilience atau ketahanan digital. Dalam perjalanan hidupnya, anak tak mungkin terus-terusan diawasi, dikontrol, atau diberitahu ini-itu-kan? Cepat atau lambat, saat mulai bertumbuh dewasaAnak akan berhadapan dengan situasi-situasi yang membuatnya harus mampu mengambil keputusan yang jitu secara mandiri. Dan ini berlaku baik di dunia nyata, maupun di dunia digital. So, sama saja kan?

Tentu saja, semua ini tidak ada gunanya, kalau orangtua tidak memberikan teladan pada anak-anaknya tentang perilaku yang baik. Jadi, ketika hendak menerapkan digital parenting, Anda sebaiknya berefleksi dan berintrospeksi terlebih dahulu: sudahkah saya menjadi orangtua yang baik? (000)

Penulis: Santi Indra Astuti

Apa sih Augmented Reality, Virtual reality dan Mixed Reality itu?

Kebanyakan dari kita mungkin sudah sering mendengar tentang Augmented Reality (AR) maupun Virtual Reality (VR) atau bahkan sudah pernah mencobanya, tetapi pernahkah kalian mendengar tentang Mixed Reality (MR)? atau apakah kalian tau perbedaan antara AR, VR dan MR?

Virtual Reality atau realitas virtual, menghadirkan dunia virtual didepan mata kita tampak nyata. Dimana kita menjadi bagian dari sebuah lingkungan virtual dan dapat bergerak bahkan berinteraksi didalamnya. Pada VR kita harus menggunakan perangkat khusus, HMD (Head Mounted Display) seperti Oculus rift, Samsung Gear VR atau dengan Smartphone dengan headset tambahan seperti Google Cardboard.

Augmented Reality atau AR, berbeda dengan Virtual Reality pada AR kita tidak dibawa ke dunia virtual. Pada Augmented Reality kita menempatkan objek virtual kedalam lingkungan dunia nyata. AR terbagi menjadi 3 jenis, Marker Based Tracking, Markerless Based Tracking dan GPS Based Tracking. Untuk penjelasan jenis-jenis AR akan ada di artikel berikutnya.

 

Mixed Reality atau realitas campuran, yups, seperti namanya MR merupakan campuran antara AR dan VR. Perbedaannya dengan AR yaitu interaksi dan interface nya yang lebih kompleks dan seperti halnya VR, MR menggunakan headset khusus seperti headset buatan Microsoft yaitu HoloLens.

Sekian penjelasan singkat mengenai perbedaan antara VR, AR dan MR. Sudah jelaskan sekarang? Atau masih bingung? Hmmm, kalau masih bingung, coba beberapa aplikasi dibawah ini (klik gambar).

 

Sampai jumpa di artikel berikutnya.

Jangan lupa kunjungi website kita di maenmain!

Salam techno :D

Featured Post

Rindu bermain komidi putar? Yuk, bernostalgia bersama festival Komidi Putar! Komidi Putar adalah festival literasi anak dan keluarga. Festiv...

Continue reading