Perbedaan Augmented Reality Marker Based Tracking, Markerless Based Tracking dan GPS Based Tracking?

Sesuai janji saya di artikel sebelumnya Apa sih Augmented Reality, Virtual reality dan Mixed Reality itu?. Sekarang saya akan menjelaskan lebih dalam, lebih dalam, lebih dalam dan anda akan teridur, ehh, jadi hipnotis. Balik lagi, sekarang kita akan dikenalkan dengan 3 jenis Augmented Reality. Bagi yang belum tau apa itu Augmented Reality (AR) cuss cek dulu artikel sebelumnya ya. Skuuy, Tanpa basa basi kita bahas satu per satu.

Marker Based Tracking, dari cara kerjanya jenis AR ini merupakan yang paling sederhana. Metode ini paling sering digunakan oleh developer aplikasi AR. Cara kerja Marker Based Tracking yaitu kamera yang telah dikalibrasi akan mendeteksi marker, lalu kamera akan melakukan perhitungan, apakah marker sesuai dengan database yang dimiliki.  Jika pola markernya sesuai dengan yang ada di database maka system akan me-render dan menampilkan objek. Sebaliknya jika marker tidak sesuai dengan database maka system tidak akan melakukan apa-apa.

Markerless Based Tracking, AR jenis ini lebih sulit untuk diimplementasikan karena tidak seperti Marker Based Tracking, pada jenis ini marker tidak disiapkan sebelumnya. Pada Markerless Based Tracking pengguna bisa menempatkan objek tidak sebatas diatas marker, pengguna bisa menyimpan objek diatas lantai, diatas meja, dan dimana saja, tergantung algoritma yang dimasukan ke sistem.

GPS Based Tracking, bekerja memanfaatkan fitur sensor GPS dan kompas pada smartphone. Cara kerja GPS Based Tracking yaitu aplikasi AR akan mengambil data dari sensor GPS dan kompas kemudian menampilkan objek secara realtime pada posisi yang sudah ditentukan disistem. Contoh aplikasi AR yang menerapkan GPS Based Tracking seperti game Pokemon Go.

Cukup sekian pembahasan perbedaan ke-3 jenis Augmented Reality (AR) dari mimin yang baik hati ini, semoga bermanfaat. Jika ada yang ingin ditanyakan atau disampaikan monggo isi kolom komentar dibawah. Sampai jumpa di artikel berikutnya.

Salam techno :D

DIGITAL PARENTING: Menjadi Orang Tua Sukses di Masa Rebahan


Istilah Digital Parenting sebenarnya telah bergaung sejak bertahun-tahun silam. Namun, digital parenting mendapatkan momentumnya kembali saat kita semua berada dalam situasi pandemik yang mengharuskan kita menerapkan physical distancing. Buat para pemula yang belum berpengalaman menerapkan digital parenting, tips-tips apa saja sih yang harus kita ketahui?

Sebelum memulai pembahasan ini, yuk kita pahami terlebih dahulu apa makna sesungguhnya dari digital parenting. Digital parenting muncul sebagai sebuah fenomena ketika dunia menjadi semakin terdigitalisasi. Hal ini ditandai dengan penggunaan media digital di mana-mana: untuk berbelanja, untuk bekerja, untuk berkomunikasi, untuk pendidikan, termasuk untuk mengasuh anak.

Nah, salah kaprah sering muncul ketika orangtua mengartikan digital parenting sebagai ‘mengasuh anak menggunakan media digital.’ Betul, digital parenting dalam praktiknya akan banyak menggunakan media digital, sehingga pola interaksinya akan sedikit berbeda. Namun, prinsip-prinsip pengasuhannya tetap sama saja dengan parenting pada umumnya.

Nah, seperti apa itu?

Pertama, fungsi orangtua adalah pengasuh, guru, sekaligus juga pengawas. Hal ini tidak boleh digantikan oleh aplikasi atau program secanggih apapun. Kedua, fungsi pengasuhan adalah memberi ruang tumbuh kembang pada anak, sekaligus melindungi mereka dari pengaruh yang tidak baik. Ketiga, gaya pengasuhan anak bisa berbeda-beda di setiap keluarga. Biarin, itu malah asyik. Tetapi, apapun gaya pengasuhan yang dipilih, tetap harus dilandaskan pada nilai-nilai yang diyakini keluarga. Karena, fungsi pengasuhan pada dasarnya adalah fungsi pendidikan, yaitu mewariskan nilai-nilai yang kelak akan membantu anak mengembangkan karakter dan kepribadiannya.

Oke, paham ya. Itulah aspek parenting atau keayahbundaan secara umum. Bagaimana dengan digital parenting? Fungsi orangtua dalam digital parenting adalah mendampingi anak menggunakan media digital sebaik-baiknya, sehingga terhindar dari dampak negatifnya, dan mendapatkan manfaat maksimal.  Berurusan dengan media digital, atau berada dalam lansekap dunia digital, membuat digital parenting memiliki kekhasan tersendiri. Nah, saat melakukan fungsi tersebut, orangtua harus mengingat lima perkara berikut ini.

1). Akses.

Ada dua hal yang perlu diketahui terkait dengan akses. Yaitu, akses terhadap media dan kedua, akses terhadap situs atau sumber informasi. Kita bahas yang pertama dulu. Bicara soal kepemilikan, ada anak-anak yang memiliki gadget pribadi. Ada pula yang meminjam gadget orangtuanya atau orang dewasa di sekitarnya. Nah, terkait penggunaan gadget atau media digital, baik milik sendiri atau meminjam kepunyaan orangtua, apakah mereka bebas meminjam atau menggunakan kapan saja? Apakah mereka bebas menggunakannya untuk keperluan apa saja? Apakah mereka membutuhkan ijin dari orangtua agar bisa menggunakan media digitalnya? Anak-anak yang masih kecil jelas membutuhkan pendampingan dalam bentuk edukasi dan pengawasan. Tetapi, anak-anak yang lebih dewasa, tentu tidak bisa disamakan perlakuannya. Mereka harus mulai diberi kepercayaan, walaupun tidak dilepas 100 persen.

Kedua, akses terhadap sumber informasi maupun sumber hiburan yang digunakan, juga terhadap media sosial. Situs web apa yang diakses atau dikunjungi oleh anak-anak? Media sosial apa yang dipakai oleh anak? Apakah sesuai dengan batasan usia? Saat anak menggunakan aplikasi chat, dengan siapa saja mereka berhubungan? Grup aplikasi chat apa saja yang diikuti oleh anak-anak, tempat mereka menjadi anggota atau member-nya? Manajemen akses adalah inti dari aspek ini.

2). Durasi atau lamanya penggunaan media.

Berapa lama media digital digunakan? Kapan waktu penggunaannya? Pada masa-masa WFH (work from home) atau SFH (school from home) sekarang ini, penggunaan media digital memang menjadi lebih lama dibanding biasanya. Namun, tetap harus ada batasan durasi penggunaannya, karena terkait dengan masalah kesehatan dan psikologis. Plus, anak (dan orangtua) juga perlu istirahat, kan? Manajemen waktu menjadi hal yang sangat penting dalam digital parenting untuk mencegah kasus-kasus over dosis dalam menggunakan media digital.

3). Keamanan.

Masuk ke ruang digital, sesungguhnya bagaikan memasuki alam rimba di mana kita bertemu dan berinteraksi dengan pihak-pihak yang belum tentu dikenal secara fisik. Terlebih masuk ke media sosial. Jika dalam kehidupan sehari-hari orangtua biasa memberikan peringatan kepada anak agar tidak sembarangan berbicara pada orang asing, atau menuruti ajakan orang yang tidak dikenal, bukankah pada dasarnya hal yang sama juga berlaku di ruang digital? Media digital dapat menjadi perantaraan yang membawa orang-orang asing masuk ke dalam ‘rumah’ dan ‘ruang pribadi’ kita. Ini sama saja dengan membuka ruang privat lebar-lebar kepada publik di luar sana.

Keamanan juga berkaitan dengan pencurian data, di mana data-data pribadi keluarga dimiliki oleh pihak lain tanpa ijin, sehingga rentan dimanipulasi dan diperjualbelikan untuk berbagai tujuan. Sudah banyak contoh yang memperlihatkan resiko saat faktor keamanan diabaikan. Mulai dari penipuan keuangan (seperti memberikan PIN atau kode OTP yang menyebabkan pembobolan rekening), penculikan, hingga cyberbullying dan cyberpornografi. Kita tentu tidak ingin mengorbankan masa depan anak-anak dan menjadikan mereka sebagai korban kejahatan.

Data pribadi adalah privasi yang harus dilindungi. Di sini, isunya adalah manajemen privasi keluarga. Digital parenting berarti mengetahui resiko keamanan dan menjauhkan atau melindungi anak dari berbagai kemungkinan kejahatan digital. Digital parenting, dengan demikian, juga berkenaan dengan manajemen privasi dan sekuriti/keamanan.

4). Aturan dan Kesepakatan

Betapapun bebasnya atau betapapun demokratisnya sebuah keluarga, digital parenting tetap mengharuskan adanya aturan tertentu dalam penggunaan media digital. Aturan tersebut dapat mencakup kapan saja dan berapa lama media digital digunakan, apa saja yang boleh dilakukan dengan media digital, sumber informasi atau konten media digital apa saja yang boleh diakses, dan sebagainya. Intinya: manajemen akses, manajemen waktu, dan manajemen privasi/keamanan.

Tentu saja, dalam pembatasan aturan, diperlukan kebijaksanaan tersendiri. Aturan bagaimanapun harus disesuaikan dengan usia anak dan tujuan dari pengaturan itu sendiri. Aturan bagi anak-anak kecil diarahkan pada edukasi dan pendisiplinan. Sedangkan aturan bagi anak-anak yang lebih dewasa adalah pada kedisiplinan dan pemenuhan tanggungjawab sebagai ganti kebebasan yang diperoleh.

5). Balance atau keseimbangan.

Dalam satu hari, ada berapa layar monitor yang kita hadapi? Jawabannya, banyak. Tak terhitung. Ada monitor laptop, layar televisi, layar bioskop, sampai reklame luar ruang berupa megatron berkelap-kelip. Itu layar monitor loh. Tentu saja, yang paling menyedot perhatian kita setiap saat adalah screen handphone. Kita tak sadar bahwa berhadapan terus dengan layar monitor telah menyedot energi kita. HIdup jadi tak seimbang. Pada taraf tertentu, kesehatan fisik mental pun jadi terganggu.

Tugas digital parenting di sini adalah mengelola balance atau keseimbangan. Hidup itu bukan hanya dihabiskan di depan layar monitor thok. Agar seimbang, hidup juga perlu diisi dengan hal-hal lainnya, seperti berkebun, memasak, bermain, berlari, petak umpet, apa sajalah yang penting happy, fun, dan tidak merusak. Dalam upaya mencapai keseimbangan, kerapkali digital parenting berarti melakukan hal-hal yang tidak digital sama sekali. 

So,

Manajemen akses, manajemen waktu, manajemen privasi, manajemen aturan, hingga manajemen keseimbangan adalah prinsip inti digital parenting. Apa tujuan dari semua ini? Jawabannya adalah menyiapkan anak menjadi generasi digital yang tangguh. Artinya, memiliki digital resilience atau ketahanan digital. Dalam perjalanan hidupnya, anak tak mungkin terus-terusan diawasi, dikontrol, atau diberitahu ini-itu-kan? Cepat atau lambat, saat mulai bertumbuh dewasaAnak akan berhadapan dengan situasi-situasi yang membuatnya harus mampu mengambil keputusan yang jitu secara mandiri. Dan ini berlaku baik di dunia nyata, maupun di dunia digital. So, sama saja kan?

Tentu saja, semua ini tidak ada gunanya, kalau orangtua tidak memberikan teladan pada anak-anaknya tentang perilaku yang baik. Jadi, ketika hendak menerapkan digital parenting, Anda sebaiknya berefleksi dan berintrospeksi terlebih dahulu: sudahkah saya menjadi orangtua yang baik? (000)

Penulis: Santi Indra Astuti

Apa sih Augmented Reality, Virtual reality dan Mixed Reality itu?

Kebanyakan dari kita mungkin sudah sering mendengar tentang Augmented Reality (AR) maupun Virtual Reality (VR) atau bahkan sudah pernah mencobanya, tetapi pernahkah kalian mendengar tentang Mixed Reality (MR)? atau apakah kalian tau perbedaan antara AR, VR dan MR?

Virtual Reality atau realitas virtual, menghadirkan dunia virtual didepan mata kita tampak nyata. Dimana kita menjadi bagian dari sebuah lingkungan virtual dan dapat bergerak bahkan berinteraksi didalamnya. Pada VR kita harus menggunakan perangkat khusus, HMD (Head Mounted Display) seperti Oculus rift, Samsung Gear VR atau dengan Smartphone dengan headset tambahan seperti Google Cardboard.

Augmented Reality atau AR, berbeda dengan Virtual Reality pada AR kita tidak dibawa ke dunia virtual. Pada Augmented Reality kita menempatkan objek virtual kedalam lingkungan dunia nyata. AR terbagi menjadi 3 jenis, Marker Based Tracking, Markerless Based Tracking dan GPS Based Tracking. Untuk penjelasan jenis-jenis AR akan ada di artikel berikutnya.

 

Mixed Reality atau realitas campuran, yups, seperti namanya MR merupakan campuran antara AR dan VR. Perbedaannya dengan AR yaitu interaksi dan interface nya yang lebih kompleks dan seperti halnya VR, MR menggunakan headset khusus seperti headset buatan Microsoft yaitu HoloLens.

Sekian penjelasan singkat mengenai perbedaan antara VR, AR dan MR. Sudah jelaskan sekarang? Atau masih bingung? Hmmm, kalau masih bingung, coba beberapa aplikasi dibawah ini (klik gambar).

 

Sampai jumpa di artikel berikutnya.

Jangan lupa kunjungi website kita di maenmain!

Salam techno :D

MIZAN Online Book Fair: Pesta Daring Buku & Mainan Edukasi Mizan Group


Mizan Online Book Fair

MaenMain sebagai bagian dari Mizan Group turut serta dalam pameran buku dan mainan edukasi yang akan diadakan secara online. Menghadirkan ribuan judul buku dan ratusan jenis mainan edukasi, Mizan Online Book Fair diadakan untuk mendukung kegiatan konsumen selama #dirumahaja. Dengan adanya event ini, masyarakat akan lebih mudah mengakses buku baru dan mainan edukasi dengan harga termurah.

Mizan Online Book Fair akan berlangsung dari tanggal 30 April hingga 15 Mei 2020 melalui beragam marketplace, mulai dari Shopee, Tokopedia, Lazada, Bukalapak, dan juga lebih dari 65 toko buku online serta reseller yang berpartisipasi.

Mizan Online Book Fair juga memberikan diskon spesial 25%-90% untuk semua buku dan mainan edukasi terbitan Mizan Group. Bukan hanya itu, pada event ini juga akan ada flash sale buku-buku seharga Rp2.020,- saja.

Mizan Online Book Fair makin semarak dengan diadakannya undian berhadiah bagi para pembeli yang beruntung. Kupon undian bisa didapatkan pada setiap pembelian sebesar Rp250.000,00 dan berlaku kelipatan. Hadiah-hadiah tersebut mulai dari pulsa OVO dan GoPay sebesar Rp50.000, sepeda, TV LED 32inch, hingga kulkas dua pintu.

 “Pada Mizan Online Book Fair, selain hadiah, kami juga berikan diskon untuk semua buku dan mainan edukasi terbitan kelompok Mizan. Dengan kegiatan ini, harapannya Mizan mampu menghadirkan buku murah dan mudah diakses serta  membangun kebiasaan baru yang ingin kita tanamkan di masyarakat Indonesia, yaitu kebiasaan gemar membaca.” Jelas Ditta Sekar Campaka, Public Relation Mizan Group.

Kunjungi #MizanOnlineBookFair untuk melihat judul-judul buku yang meramaikan Mizan Online Book Fair.

Featured Post

Rindu bermain komidi putar? Yuk, bernostalgia bersama festival Komidi Putar! Komidi Putar adalah festival literasi anak dan keluarga. Festiv...

Continue reading